Islam merupakan agama yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, dirinya dan dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan Allah meliputi aqidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya meliputi akhlak, makanan/minuman dan pakaian. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya meliputi muamalat dan uqubat.
Islam telah memberikan solusi dalam masalah pribadi yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam masalah ini, Islam telah menetapkan hukum tertentu, baik yang berkaitan dengan aktifitasnya maupun benda yang digunakan sebagai sarana dalam memenuhi aktifitasnya. Hukum-hukum Islam tentang pakaian adalah hukum yang membahas tentang benda (hukmu al-asyya’), bukan hukum perbuatan (hukmu al-af’al).
Dimana hukum perbuatan terikat dengan al-ahkam al-khamsah (wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), sedangkan hukum bagi benda adalah halal-haram atau mubah-haram. Karena pakaian merupakan benda yang digunakan seseorang untuk menutup aurat, maka pakaian adalah bendanya sedangkan menutup aurat adalah perbuatan atau aktifitasnya. Berkaitan dengan benda berlaku kaidah ushul: ”Hukum asal suatu benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.” Dengan demikian, hukum benda yang berkaitan dengan pakaian, hukum asalnya adalah mubah berdasarkan dalil umum, dan menjadi haram apabila ada dalil khusus yang mengharamkannya. Misalkan, ada pakaian yang diharamkan karena menyerupai umat lain (berdasarkan dalil tasyabbuh bi al-kuffar).
Kewajiban Menutup Aurat
Syariat Islam telah mewajibkan laki-laki dan wanita untuk menutup aurat, agar masing-masing bisa menjaga pandangannya. Sebab, aurat adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh terlihat, baik laki-laki maupun wanita. Sedangkan selain aurat, tidak ada larangan bagi laki-laki dan wanita untuk melihatnya dengan pandangan yang wajar.
Allah swt berfirman:
”Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. [QS. Al A’raaf [7] : 26]
Imam Qurthubiy di dalam Tafsir Qurthubiy menyatakan; ayat ini merupakan dalil wajibnya menutup aurat. Para ulama pun tidak berbeda pendapat mengenai wajibnya menutup aurat. Mereka hanya berbeda pendapat tentang batasan tubuh mana yang termasuk aurat.
Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwasanya ia berkata:
”Sesungguhnya Asma Binti Abu Bakar datang menemui Rasulullah saw, sedangkan ia mengenakan pakaian tipis. Nabi saw pun segera berpaling darinya seraya bersabda, ”Wahai Asma, jika seorang wanita telah akil baligh, tidak boleh tampak darinya kecuali ini dan ini. Beliau mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangan.” [HR. Abu Dawud]
Di dalam hadist lain dituturkan, bahwa Rasulullah saw bersabda;
”Barangsiapa melihat aurat, hendaklah ia menutupinya.” [HR. Abu Dawud]
”Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni, sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian.” [HR. Muslim]
Dari dalil-dalil di atas tampak jelas kewajiban seorang wanita untuk menutup auratnya. Bahkan wanita yang menampakkan sebagian atau keseluruhan aurat, berbusana tipis dan berlenggak-lenggok akan mendapatkan ancaman yang sangat keras dari Allah swt.
Mengenai batasan aurat wanita, jumhur ulama bersepakat bahwa aurat wanita meliputi seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalilnya adalah firman Allah swt [QS. An Nuur [24] : 31]
Menurut Imam Thabariy, makna yang lebih tepat untuk ”perhiasan yang biasa tampak” adalah muka dan telapak tangan. Keduanya bukanlah aurat, dan boleh kelihatan di kehidupan umum. Penafsiran semacam ini didasarkan pula pada sebuah riwayat:
Aisyah ra telah menceritakan, bahwa Asma Binti Abu Bakar masuk ke ruangan wanita dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah saw pun berpaling seraya berkata; ”Wahai Asma, sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini. Sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.” [HR. Muslim]
Dengan demikian wanita wajib menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis, yaitu yang tidak memungkinkan apa yang ada di sebaliknya tergambar, dimana warna kulitnya haruslah tertutup.
Memakai pakaian islami bagi seorang muslimah merupakan suatu kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah. Seorang muslimah diharamkan menampakkan bagian anggota tubuhnya yang oleh syarak diperintahkan untuk ditutup dari pandangan lelaki asing. Pakaian islami adalah sebuah pakaian yang menutup semua bagian tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, dengan memenuhi tiga syarat, yaitu tidak menampakkan bagian tubuh, tidak membentuk lekuk tubuh dan tidak transparan. Adapun kewajiban-kewajiban di dalam agama Islam maka ia tidak bisa saling menggantikan. Oleh karena itu, orang yang melakukan shalat misalnya, tetap tidak boleh meninggalkan puasa. Begitu pula, seorang muslimah yang berpuasa tidak diizinkan meninggalkan pakaian islami
Islam telah memberikan solusi dalam masalah pribadi yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dalam masalah ini, Islam telah menetapkan hukum tertentu, baik yang berkaitan dengan aktifitasnya maupun benda yang digunakan sebagai sarana dalam memenuhi aktifitasnya. Hukum-hukum Islam tentang pakaian adalah hukum yang membahas tentang benda (hukmu al-asyya’), bukan hukum perbuatan (hukmu al-af’al).
Dimana hukum perbuatan terikat dengan al-ahkam al-khamsah (wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), sedangkan hukum bagi benda adalah halal-haram atau mubah-haram. Karena pakaian merupakan benda yang digunakan seseorang untuk menutup aurat, maka pakaian adalah bendanya sedangkan menutup aurat adalah perbuatan atau aktifitasnya. Berkaitan dengan benda berlaku kaidah ushul: ”Hukum asal suatu benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.” Dengan demikian, hukum benda yang berkaitan dengan pakaian, hukum asalnya adalah mubah berdasarkan dalil umum, dan menjadi haram apabila ada dalil khusus yang mengharamkannya. Misalkan, ada pakaian yang diharamkan karena menyerupai umat lain (berdasarkan dalil tasyabbuh bi al-kuffar).
Kewajiban Menutup Aurat
Syariat Islam telah mewajibkan laki-laki dan wanita untuk menutup aurat, agar masing-masing bisa menjaga pandangannya. Sebab, aurat adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh terlihat, baik laki-laki maupun wanita. Sedangkan selain aurat, tidak ada larangan bagi laki-laki dan wanita untuk melihatnya dengan pandangan yang wajar.
Allah swt berfirman:
”Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. [QS. Al A’raaf [7] : 26]
Imam Qurthubiy di dalam Tafsir Qurthubiy menyatakan; ayat ini merupakan dalil wajibnya menutup aurat. Para ulama pun tidak berbeda pendapat mengenai wajibnya menutup aurat. Mereka hanya berbeda pendapat tentang batasan tubuh mana yang termasuk aurat.
Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwasanya ia berkata:
”Sesungguhnya Asma Binti Abu Bakar datang menemui Rasulullah saw, sedangkan ia mengenakan pakaian tipis. Nabi saw pun segera berpaling darinya seraya bersabda, ”Wahai Asma, jika seorang wanita telah akil baligh, tidak boleh tampak darinya kecuali ini dan ini. Beliau mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangan.” [HR. Abu Dawud]
Di dalam hadist lain dituturkan, bahwa Rasulullah saw bersabda;
”Barangsiapa melihat aurat, hendaklah ia menutupinya.” [HR. Abu Dawud]
”Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni, sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian.” [HR. Muslim]
Dari dalil-dalil di atas tampak jelas kewajiban seorang wanita untuk menutup auratnya. Bahkan wanita yang menampakkan sebagian atau keseluruhan aurat, berbusana tipis dan berlenggak-lenggok akan mendapatkan ancaman yang sangat keras dari Allah swt.
Mengenai batasan aurat wanita, jumhur ulama bersepakat bahwa aurat wanita meliputi seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalilnya adalah firman Allah swt [QS. An Nuur [24] : 31]
Menurut Imam Thabariy, makna yang lebih tepat untuk ”perhiasan yang biasa tampak” adalah muka dan telapak tangan. Keduanya bukanlah aurat, dan boleh kelihatan di kehidupan umum. Penafsiran semacam ini didasarkan pula pada sebuah riwayat:
Aisyah ra telah menceritakan, bahwa Asma Binti Abu Bakar masuk ke ruangan wanita dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah saw pun berpaling seraya berkata; ”Wahai Asma, sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini. Sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.” [HR. Muslim]
Dengan demikian wanita wajib menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis, yaitu yang tidak memungkinkan apa yang ada di sebaliknya tergambar, dimana warna kulitnya haruslah tertutup.
Memakai pakaian islami bagi seorang muslimah merupakan suatu kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah. Seorang muslimah diharamkan menampakkan bagian anggota tubuhnya yang oleh syarak diperintahkan untuk ditutup dari pandangan lelaki asing. Pakaian islami adalah sebuah pakaian yang menutup semua bagian tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan, dengan memenuhi tiga syarat, yaitu tidak menampakkan bagian tubuh, tidak membentuk lekuk tubuh dan tidak transparan. Adapun kewajiban-kewajiban di dalam agama Islam maka ia tidak bisa saling menggantikan. Oleh karena itu, orang yang melakukan shalat misalnya, tetap tidak boleh meninggalkan puasa. Begitu pula, seorang muslimah yang berpuasa tidak diizinkan meninggalkan pakaian islami
Semoga Bermanfaat
Sumber : www.islampos.com dan www.2lisan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar